PERAN LEMBAGA KEUANGAN MIKRO BAGI PETANI DAN USAHA KECIL MENENGAH


Pembangunan nasional Indonesia difokuskan pada beberapa program seperti penanggulangan kemiskinan, pengurangan kesenjangan, peningkatan kesempatan kerja, revitalisasi pertanian dan pedesaan. Untuk negara negara berkembang, pembangunan tidak bisa terlepas dari wilayah pedesaan. Hal ini terjadi karena sebagian besar penduduk di negara berkembang masih bermukim didaerah pedesaan dan mayoritas masih dalam kondisi miskin. Oleh karena itu, keberhasilan pembangunan di negara berkembang dapat dilihat dari perkembangan di wilayah pedesaan itu sendiri (Yustika 2003 : 27).

Sesuai dengan pencitraan pedesaan pada umumnya, komunitas pedesaan identik dengan para petani ataupun nelayan dan kehidupannya yang serba terbatas dalam hal akses terhadap sumber-sumber ekonomi. Oleh karena itu, kehidupan pedesaan tidak lepas dari perilaku ekonomi yang khas dari keluarga petani-nelayan, yaitu pola kelembagaan ekonomi pedesaan yang belum dapat meninggalkan ciri masyarakat ekonomi pertanian yang berorientasi subsisten (Scott 1981). Kegiatan perekonomian di pedesaan masih didominasi oleh usaha-usaha skala mikro dan kecil dengan pelaku utama para petani, buruh tani, pedagang sarana produksi dan hasil pertanian, pengolah hasil pertanian, pengrajin, buruh serta pengecer. Namun demikian, para pelaku usaha ini pada umumnya masih dihadapkan pada permasalahan klasik, yaitu terbatasnya ketersediaan modal.

Sebagai unsur esensial dalam mendukung peningkatan produksi dan taraf hidup masyarakat pedesaan, keterbatasan modal dapat membatasi ruang gerak aktivitas sektor pertanian dan pedesaan (Hamid 1986). Dalam jangka panjang, kelangkaan modal bisa menjadi entry point terjadinya siklus rantai kemiskinan pada masyarakat pedesaan yang sulit untuk diputus, sehingga mereka bisa terjebak sebagai masyarakat marginal. Untuk menjawab permasalahan keterbatasan modal serta dengan kemampuan fiskal pemerintah yang semakin berkurang, maka perlu upaya untuk lebih mengoptimalkan potensi lembaga keuangan yang dapat menjadi alternatif sumber dana bagi masyarakat pedesaan. Salah satu kelembagaan keuangan yang dapat dimanfaatkan dan didorong untuk membiayai kegiatan perekonomian di pedesaan yang mayoritas usaha penduduknya masuk dalam segmen mikro adalah Lembaga Keuangan Mikro (LKM).

Secara sederhana, LKM dapat diartikan sebagai suatu lembaga jasa layanan keuangan tabungan dan kredit (simpan pinjam) dalam skala mikro dan kecil yang berkelanjutan bagi masyarakat yang mempunyai usaha skala mikro dan kecil. Bentuk-bentuk dari LKM ini beraneka ragam, bisa berbentuk rentenir sampai berbentuk koperasi simpan pinjam. Keberadaan Usaha Kecil dan Menengah (UKM) merupakan indikator berjalannya roda perekonomian di suatu desa, mengingat populasi UKM dari tahun ke tahun terus meningkat. Menurut Sihombing & Djufry (2010), program dana bergulir PUAP dari pemerintah pusat melalui Kementerian Pertanian mulai dilaksanakan pada tahun 2009 dengan proses penyaluran dana melalui tim independen yang ada di pemerintah daerah, dinas–dinas lingkup pertanian di daerah telah dilaksanakan.

Program dana bergulir tersebut dikelola melalui program PUAP. Program tersebut menjadi tantangan untuk LKM, karena perlu diupayakan agar dapat diperoleh laba tahunan. Oleh karena itu, perumusan strategi yang dapat dilakukan oleh LKM-LKM untuk menghadapi kondisi terkini, adalah melaksanakan enam prioritas inisiatif strategi, yaitu (1) Melaksanakan pelayanan yang memuaskan nasabah, promosi produk untuk meningkatkan citra LKM, (2) Merespon informasi dan keluhan nasabah, (3) Pengembangan Sistem Informasi Manajemen (SIM) yang terintegrasi, (4) Meningkatkan iklim kinerja yang kondusif dan memenuhi harapan anggota, (5) Memperkuat permodalan dan, (6) Meningkatkan DPK (Dana Pihak Ketiga).

Maka LKM seharusnya melakukan beberapa hal seperti: melakukan pengambilan keputusan inisiatif strategi yang akan diambil, hendaknya pihak pengurus LKM dapat memperhatikan hal yang sama pada setiap perspektif secara seimbang, tidak hanya terfokus pada perspektif finansial saja, yang diperlukan dalam pengembangan LKM. Meningkatkan pelayanan yang memuaskan nasabah dalam proses penyaluran kredit dan merespon informasi dan keluhan nasabah merupakan prioritas pertama dan kedua yang perlu dilakukan. 

Program dana bergulir yang dikelola LKM diharapkan meningkatkan kinerja pelayanan yang memuaskan kepada nasabah, untuk meningkatkan perolehan laba. UKM di beberapa desa peserta program PUAP, bergerak di berbagai bidang, antara lain pertanian, peternakan, dan usaha dagang hasil-hasil pertanian. UKM-UKM tersebut didukung oleh LKM yang memberikan bantuan berupa modal, uang tunai berasal dari program PUAP, yang diharapkan membantu peningkatan pereknomian dan kesejahteraan masyarakat.

Keberadaan LKM tentunya tidak terlepas dari perkembangan UKM. Dalam perkembangannya, lembaga-lembaga keuangan mikro ini lebih mengena di kalangan pelaku UKM karena sifatnya yang lebih fleksibel, misalnya dalam hal persyaratan dan jumlah pinjaman yang tidak seketat persyaratan perbankan umum maupun keluwesan pada pencairan kredit. Hal ini merupakan salah satu indikator bahwa keberadaan lembaga-lembaga keuangan mikro sesuai dengan kebutuhan pelaku UKM, yang umumnya membutuhkan pembiayaan sesuai skala dan sifat usaha kecil. Mengingat pentingnya ranah ekonomi yang merupakan titik sentral dalam kehidupan masyarakat pedesaan, maka dalam pembangunan ekonomi di desa–desa peserta progam PUAP diperlukan upaya untuk merevitalisasi kelembagaan khususnya di bidang ekonomi untuk bisa memaksimalkan sumberdaya yang ada di masyarakat pedesaan dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. 


Sumber Bacaan :
Jurnal Pertanian Agros Vol.19 No. 2, Juli 2017: 116-127

Komentar